BERANDA

Rabu, 07 November 2012

Mengapa Bangsaku Miskin?


Pertanyaan ini jarang kita kemukakan baik sebagai cendekiawan, pengusaha, politisi maupun pemerintah.Dalam program pemerintah, program partai politik, program ahli ekonomi, program para insinyur, program KADIN dan HIPMI tidak ada satupun yang secara jelas berbicara mengenai peningkatan produktivitas untuk pengentasan kemiskinan bangsa ini, sehingga seolah olah tidak ada yang peduli. Kalau ada program pemerintah hanya merupakan program yang reakrif sifatnya, seperti swa sembada kedelai setelah harganya melonjak.

Mengapa bangsaku miskin?
Bangsaku miskin karena kemampuan memproduksi barang sangat rendah nilai tambahnya. Karena produktivitasnya rendah, maka pendapatannya juga rendah sehingga menjadi miskin. Dalam kondisi yang miskin ini, bangsaku disuruh membayar harga barang barang berdasarkan standar harga dunia luar yang kaya, sehingga makin sempurnalah kemiskiinan itu.

Di luar sana, orang berlomba lomba meningkatkan produktivitas dengan mengembangkan teknologi, sedangkan kita masih setia berkutat dengan cara yang sudah jelas rendah produktivitasnya, yaitu industri kerajinan, yang miskin teknologi.

Produktivitas sebuah bangsa ditentukan oleh kemampuan industrinya dalam menghasilkan nilai tambah yang tinggi. Kemampuan menghasilkan nilai tambah yang tinggi ditentukan oleh CARA industri berproduksi. Sangat disayangkan pembuat kebijakan industri kita, tidak pernah melihat industri dari CARA mereka berproduksi, tetapi dari hasil produksinya, seperti industri mobil, industri pertambangan, industri pertanian atau dengan membedakannya dalam skala usaha, seperti usaha mikro, usaha kecil, usaha sedang dan usaha besar, dimana penggolongan ini tidak ada sangkut pautnya dengan produktivitas. Sedihnya lagi usaha industri, perdagangan dan jasa, disatukan dalam kelompok yang lebih umum, sehingga ada kesan ngaco, yaitu sektor riil.

berproduksi, menghasilkan gambaran kita tentang industri kita menjadi tidak tepat, sehingga kita mendapat kesulitan dalam memberdayakannya. Akibatnya, industri kita jadi ketinggalan jaman dan akhirnya menjadi tidak kompatibel dengan industri dunia, sehingga menjadi aneh.

Dunia, sejak 250 tahun yang lalu sudah merobah CARA berindustri yang kita kenal dengan nama REVOLUSI INDUSTRI.

Apa yang dirobah orang pada waktu revolusi industri?
Revolusi industri merobah CARA berproduksi barang yang tadinya dilakukan secara handicraft (yang sekarang masih kita lakukan), dirobah menjadi CARA manufaktur(kita masih belum melakukannya sekarang), dimana mesin (teknologi) yang menjadi andalan utama.

Perbandingan kemampuan mesin dan orang dapat dilukiskan sebagai berikut: Manusia tidak bisa terbang, tetapi mesin buatan manusia dapat menerbangkan ratusan manusia sekaligus.
Para pelaksana revolusi industri itu sekarang, menjadi negara negara kaya dan menguasai perekonomian dunia, menjadikan kita tetap miskin. Saat ini ada sekitar 48 juta UKM binaan pemerintah menghasilkan 2,3 triliun per tahun. Jumlah ini dapat dihasilkan oleh hanya 2.000 unit UKM binaan Astra karena mereka adalah manufakturer.

Cerita diatas menggambarkan bagaimana rendahnya produktivitas bangsa kita ini sekarang. Sudah tentu harus ada perbaikan segera untuk menghentikan proses pemiskinan ini.

Usaha yang disarankan adalah menukar CARA berproduksi bangsa ini dari cara handicraft ke CARA manufaktur atau dengan kata lain Indonesia harus segera melakukan REVOLUSI INDUSTRI walaupun sudah terlambat. Handicraft dipindahkan dari ranah ekonomi ke ranah kebudayaan, pendidikan dan parawisata dan untuk urusan ekonomi kita hanya mengenal manufaktur saja.

Bangsa Jepang sebagai kampiun industri manufaktur dunia, sudah mulai menjalankan program MONOZUKURI, yang dalam bahasa Inggerisnya ” dedication to skilled manufacturing” disosialisasikan mulai dari taman kanak kanak, dan kita masih buta dalam soal itu.

Anda sudah ingin melakukan revolusi industri? Dirikanlah industri manufaktur berbasis sariah! Tidak tahu CARAnya, berkonsultasilah dengan blog kami. Kami tunggu.

sumber:
finaldo moechtar – industrimanufakturberbasissyariah.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar